Rabu, 30 Maret 2011

Cara Menilai diri

Anda merasa sangat cerdas, cukup cerdas, rata-rata, atau bodoh? Apapun yang Anda sadari, itulah hasil penilaian diri. Anda berupaya menilai kualitas Anda sendiri. Proses menilai itu disebut evaluasi diri. Sadar atau tidak sadar, Anda pasti melakukannya.

Anda menilai diri sendiri setelah melakukan perbandingan dengan orang lain. Anda tahu diri Anda cerdas, sangat cerdas, atau bodoh, setelah membandingkan diri dengan orang lain. Begitu juga Anda merasa cantik atau jelek, merasa pelit atau murah hati, merasa baik hati atau jelek hati, semuanya setelah Anda bandingkan dengan orang lain.

Tentu saja Anda akan membandingkan dengan yang setara. Anda merasa diri pintar bermain bola atau tidak, tentu dengan membandingkan keterampilan bermain bola orang lain yang selevel dengan Anda. Jika Anda pemain sepak bola antar kampung, maka Anda juga membandingkan diri dengan pemain bola antar kampung. Anda tidak akan membandingkan diri dengan pemain sepakbola di Liga Italia seri A atau di Liga Champion Eropa.

Evaluasi diri bisa negatif dan bisa juga positif. Evaluasi negatif misalnya merasa tidak menarik, tidak disukai, fisiknya jelek, bodoh, tidak percaya diri, pemalas, sial, tidak punya kemampuan. Evaluasi positif misalnya merasa cantik, tampan, cerdas, kreatif, disukai banyak orang, atau berkemampuan tinggi. Baik evaluasi negatif maupun positif yang ada dalam diri Anda, disebut sebagai harga diri (self esteem). Jika Anda mengevaluasi diri Anda negatif, maka harga diri Anda negatif. Jika evaluasi Anda positif, maka harga diri Anda positif.

Penilaian yang baik terhadap diri bisa terancam oleh orang atau keadaan tertentu. Misalnya Anda menganggap diri Anda cerdas. Jika ternyata Anda pergi ke sebuah perguruan tinggi yang dihuni orang-orang yang jauh lebih cerdas ketimbang Anda, maka penilaian diri Anda yang cerdas bisa terancam. Pun Anda akan bereaksi terhadap keberhasilan orang-orang yang penting dalam hidup Anda dalam bentuk cemburu atau bangga. Jika keberhasilan teman Anda membuat harga diri Anda menurun, maka Anda akan cemburu. Sedangkan jika keberhasilan teman Anda membuat harga diri Anda ikut naik maka Anda akan bangga.

Terdapat beberapa hal khusus yang terdapat dalam proses mengevaluasi diri. Berikut, masing-masing akan diterangkan lebih terperinci :

1. Konsep diri dan skema diri
Setelah Anda tahu tentang diri Anda sendiri, Anda akan mempercayai beberapa hal yang khas dari diri Anda. Nah, apa yang Anda percayai ada dalam diri Anda, dinamakan konsep diri. Misalnya Anda percaya bahwa diri Anda cantik, cerdas, baik hati, rajin, gemar menabung, atau apapun yang lain.

Salah satu bagian terpenting dari konsep diri adalah skema diri, yakni himpunan informasi yang terorganisasi dalam ingatan Anda tentang diri Anda sendiri. Dengan kata lain skema diri adalah kerangka mental yang berisi informasi yang relevan dengan diri Anda sendiri. Skema diri dan skema sosial berbeda hanya dalam objeknya. Jika skema sosial objeknya orang lain, maka dalam skema diri objeknya diri sendiri. Contoh dari skema diri adalah merasa diri pendek, kulit hitam, rambut keriting, gendut, suka makan ikan, suka renang, takut gelap, percaya diri, gampang jatuh hati, pemalas, pembohong.

Skema diri Anda akan Anda gunakan untuk memprediksikan apa yang akan Anda lakukan. Misalnya Anda memiliki skema dalam diri Anda sebagai orang yang takut gelap. Nah, jika Anda diajak jalan-jalan malam di hutan, maka Anda tidak akan mau melakukannya.

2. Efikasi diri
Anda sedang berada didepan jurang, lalu Anda berpikir tidak mampu melewatinya. Anda berpikir tentang rumah mewah, lalu Anda menyimpulkan tidak akan mampu memilikinya. Anda berpikir tentang wawancara kerja, lalu Anda berpikir Anda akan bisa lulus melewatinya. Nah, Anda bisa atau tidak bisa adalah bagian dari efikasi diri, yaitu keyakinan bahwa Anda mampu melakukan tindakan tertentu atau mendapatkan hasil yang diharapkan pada suatu situasi tertentu.

Orang yang memiliki efikasi diri tinggi kadang disebut sebagai orang optimis. Ia tahu bahwa dirinya bisa melakukan sesuatu. Sebaliknya orang yang memiliki efikasi diri rendah kadang disebut orang pesimis. Ia tidak yakin mampu melakukan sesuatu.

Mereka yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung menganggap bawa kegagalan disebabkan oleh kurangnya kemampuan, skill atau usaha. Sedangkan yang memiliki efikasi diri rendah cenderung menganggap kegagalan disebabkan oleh karena mereka tidak berbakat. Jika menghadapi tugas yang sulit mereka cenderung memperhatikan kekurangan dirinya, melihat hambatan-hambatannya, dan mengira-ngira berbagai kemungkinan hasil pekerjaan, daripada berusaha untuk sukses. Mereka juga cepat menyerah.

3. Diri yang mungkin
Pernahkah Anda memikirkan kira-kira seperti apa diri Anda yang Anda inginkan, misalnya Anda ingin terlihat menarik, terlihat cerdas, atau terlihat dewasa? Mungkin Anda pernah. Jikalau Anda ditanya Anda ingin seperti apa, maka Jawaban Anda adalah ‘diri yang mungkin’ atau possible selves.

‘Diri yang mungkin’ bisa beberapa hal, yakni diri yang Anda inginkan, diri yang tidak Anda inginkan, diri yang Anda sukai, atau diri yang seharusnya Anda miliki. Diri yang Anda inginkan misalnya ingin lebih cantik, ingin lebih cerdas, ingin lebih matang, ingin lebih kalem, ingin lebih ramah, dan sebagainya. Diri yang tidak Anda inginkan misalnya lebih jelek, lebih kejam, lebih banyak berbohong, lebih pemarah, dan lainnya. Semua yang tidak Anda inginkan terjadi dalam diri Anda termasuk dalam diri yang tidak Anda inginkan. Diri yang Anda sukai adalah diri ideal menurut Anda. Sedangkan diri yang seharusnya adalah diri yang diharapkan norma sosial terhadap Anda, misalnya Anda lebih sopan, Anda membantu orang miskin, Anda lebih perhatian terhadap saudara, dan Anda-Anda yang lain.

Apakah ‘diri yang mungkin’ memiliki peranan bagi Anda? Ya. “Diri yang mungkin’ memiliki peranan bagi Anda. Pertama, ‘diri yang mungkin’ bisa menjadi motivasi bagi Anda. Anda ingin menjadi sarjana, ingin menjadi kaya, menjadi terkenal, menjadi ibu, menjadi suami, atau menjadi apapun yang lain akan mendorong Anda untuk terus berjuang menjadi seperti yang Anda inginkan.

Kedua, ‘diri yang mungkin’ bisa menimbulkan kesenjangan dalam diri Anda. Kesenjangan itu muncul karena berbeda antara apa yang Anda lihat dalam diri Anda dan apa yang dilihat orang lain tentang Anda. Misalnya Anda merasa memiliki beberapa sifat tertentu, sedangkan orang lain tidak melihat Anda memiliki sifat-sifat itu. Oleh sebab itu kesenjangan akan muncul. Bagaimana perbedaan itu muncul? Karena Anda melihat diri Anda dalam konteks ‘diri yang Anda inginkan’ (Anda ingin menjadi jujur, maka Anda merasa jujur), sedangkan orang lain melihat Anda dalam diri apa adanya Anda saat itu (orang lain melihat Anda sedang berbohong).

Ketiga, ‘diri yang mungkin’ mempengaruhi keadaan emosi Anda. Bayangkan jika Anda ingin menjadi sarjana, tapi malah dikeluarkan dari perguruan tinggi. Apa yang Anda rasakan? Nah, otomatis, kesenjangan itu akan mempengaruhi emosi Anda. Jika Anda membayangkan ‘diri yang mungkin’ yang positif, misalnya jujur, tapi Anda malah berbohong, maka Anda akan langsung mengalami perubahan emosional dalam diri Anda.

Keempat, ‘diri yang mungkin’ bisa membedakan Anda dengan orang lain. Orang yang memiliki tekad kuat untuk menjadi ‘diri yang mungkin’ sering disebut orang optimis. Mereka berharap kuat akan berubah menjadi seperti yang diinginkan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki keinginan menjadi ‘diri yang mungkin’ sering disebut orang pesimis. Orang yang pesimis tidak ingin berubah menjadi lebih baik. Mereka sudah cukup puas dengan keadaan dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar