BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Pengendalian internal adalah rencana, metoda, prosedur, dan
kebijakan yang didesain oleh manajemen untuk memberi jaminan yang memadai atas
tercapainya efisiensi dan efektivitas operasional, kehandalan pelaporan
keuangan, pengamanan terhadap aset, ketaatan/kepatuhan terhadap undang-undang,
kebijakan dan peraturan lain.
I.2
TUJUAN
1. Tujuan suatu instansi yang ditetapkan akan dapat dicapai.
2. Laporan keuangan yang dihasilkan dapat dipercaya.
3. Kegiatan sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
2. Laporan keuangan yang dihasilkan dapat dipercaya.
3. Kegiatan sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
BAB
II
ISI
Implementasi
sistem pengendalian intern (SPI) bukan hanya dalam bentuk pengawasan. Melainkan
gabungan berbagai elemen yang berbeda. Agar sistem pengendalian intern bisa
berfungsi dengan efektif, minimal terdiri dari empat elemen utama yang berjalan
sinergis—saling melengkapi dan saling mendukung. Berfungsi efektif yang saya
maksudkan adalah mampu meminimalisir potensi penggelapan, pencurian dan bentuk
penyelewengan lainnya hingga ke titik terendah.
Untuk bisa
efektif, pengendalian intern minimal harus mengandung empat elemen terpenting
di bawah ini:
Prosedur Dan
Kebijakan Yang Mengikat Dan Jelas
Ini
fundamental sifatnya. Tidak boleh tidak, harus ada. Tanpa prosedur dan
kebijakan yang jelas, pegawai tidak akan tahu mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh dilakukan. Prosedur harus mengikat, dalam artian setiap perilaku
yang tidak sesui dengan prosedur akan diganjar hukuman. Prosedur haru jelas,
tidak multi tafsir, tidak memiliki celah untuk memungkinkan terjadinya
pelanggaran.
Misalnya:
Untuk menerima barang dari pemasok/vendor, bagian receiving harus:
- Membandingkan “Surat Jalan” vs.
“Purchase Order” vs “Physical Check”, untuk memastikan barang yang
diterima sudah sesuai pesanan, dan surat jalan sudah sesuai
kenyataan.
- Bila ada perbedaan, maka
petugas receiving harus menghubungi bagian pembelian untuk kemudian
diteruskan ke vendor. Vendor harus mengirimkan barang yang sesuai dengan
PO selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila tidak pesanan dibatalkan.
- Apakah harus persis sama atau
ada toleransi? Apakah ada pengecualian? Kalau ada pengecualian atas apa
dan siapa yang berwenang memberikan approval untuk menerima perbedaan itu?
- Bila ketiganya sudah sama, maka
petugas receiving harus memasukan data penerimaan, mencetak receiving
slip, di staple jadi satu, untuk kemudian dikirimkan ke bagian
accounting
- dan seterusnya.
Bila ada
perbedaan antara ketiga dokumen itu tetapi petugas receiving tidak menghubungi
bagian pembelian, atau bagian pembelian tidak menindaklanjuti, atau menerima
perbedaan tanpa approval dari pejabat yang berwenang, maka siapapun yang
melanggar harus mendapat hukuman. Tanpa itu, prosedur akan cenderung
dilanggar. Semua itu dituangkan di dalam sebuah prosedur dan kebijakan. Dan
semua aktvitas (di semua wilayah operasional persahaan), harus memilik prosedur
dan kebijakan yang mengikat, dan jelas.
Bayangkan
kalau tidak ada prosedur, bukan saja membuat potensi
penggelapan/pencurian/penyelewengan menjadi tinggi, tetapi juga membuat banyak
waktu habis ditengah jalan hanya untuk bolak-balik menjalankan satu proses
aktivitas, karena pegawai tidak tahu pasti harus berbuat apa.
Piranti
(Peralatan) Yang Memadai
Piranti di
sini bisa jadi berupa komputer, device tertentu (misalnya mesin finger print
untuk absensi, atau scanner barcode untuk penerimaan barang dan pencatatan
persediaan yang akurat, body-scanner untuk memeriksa orang yang keluar masuk
dari lokasi perusahaan, camera CCTV, brankas dengan locker digital dan manual,
alat penimbang, stempel digital yang dilengkapi dengan alat anti duplikasi,
dll).
Peranan
piranti sangat besar. Piranti dimaksudkan untuk 2 tujuan utama berikut ini:
- Memastikan prosedur dan
kebijakan berjalan dengan mulus tanpa hambatan.
- Menutup celah peluang terjadinya
penggelapan/pencurian/penyelewengan.
Tentu tidak
semua wilayah/bagian, tidak semua alur, tidak semua proses harus dilengkapi
dengan piranti khusus, tetapi 5 wilayah paling rawan yang sudah saya sampaikan
di tulisan sebelumnya (baca lagi) harus.
Pengawasan
Terus-Menerus
Dari
pengamatan selama ini, saya lihat hampir semua perusahaan sudah melakukan
pengawasan. Hanya saja, masih dilakukan secara parsial, cenderung berfokus di
beberapa wilayah saja, misalnya: Pengawasan Kas atau Barang Persediaan. Padahal
potensi penggelapan, pencurian dan penyelewengan bisa teradi dimana saja. Hal
yang jarang disadari, seringkali kebocoran di suatu wilayah sumber celahnya
justru berada di wilayah lainnya. Sehingga akar masalah menjadi tidak pernah
tersentuh.
Misalnya:
Perusahaan
hanya fokus mengawasi bagian kas dan utang. Saat ditelusuri jelas semua
pencatatan telah dilakukan dengan benar, bukti pendukung lengkap. Angka utang
dengan kas keluar sudah sama, catatan utang dengan bukti pendukung (PO, tanda
terima dan nota tagihan) juga sama. Apakah itu berarti sudah tidak mungkin
terjadi lebih bayar ke vendor? Di atas kertas kelihatannya iya. Kenyataannya?
Mungkinkah nota penerimaan barang (receiving slip) tidak sesuai dengan
kenyataan barang yang diterima? Sudahkan orang penerimaan melakukan pemeriksaan
fisik?
Oleh sebab
itu, pengawasan harus bersifat menyeluruh. Tidak parsial.
Seperti
telah saya bahas di tulisan saya sebelumnya bahwa, mustahil pengelola usaha
mampu melakukan pengawasan terus menerus. Perlu cara tertentu untuk membuat
agar pengawasan bisa berjalan dengan sendirinya. Caranya? Saya akan
bahasa ditulisan saya berikutnya, pada saat saya membahas pengendalian intern
pada masing-masing wilayah dengan kustomisasi.
Evaluasi
Berkala
Elemen yang
tak kalah pentingnya adalah evaluasi berkala. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah sistem pengendalian yang diimplementasikan sudah berjalan efektif atau
belum. Evaluasi dilakukan dengan melakukan infeksi dan audit di semua wilayah
tentunya. Lalu bandingkan dengan hasil inspeksi/audit sebelumnya. Apakah
tingkat kebocoran/kehilangan/penggelapan menurun atau tidak? Jika tidak, dimana
kelemahannya. Apakah prosedur dan kebijakan perlu diubah? Apakah piranti perlu
ditambah/dimoderenisasi?
Mengenai
waktu pelaksanaan evaluasi, idealnya setiap akhir jam kerja, ata setiap
menjelang akhir pekan. Hanya saja, proses evaluasi lumayan memakan waktu dan
tenaga. Tentunya persahaan bisa melakukannya sesuai dengan tingkat urgensi.
Misalnya: saat frekwensi kejadian cukup tinggi, mungkin evalasi perlu dilakukan
setiap hari/minggu. Tetapi saat frekwensinya rendah, makan evaluasi bisa
dilakukan setiap bulan.
Jika empat
elemen terpenting ini sudah ada pada sistem pengendalian intern perusahaan,
masing-masing elemen sudah dirancang sedemikian rupa (sesuai dengan kondisi,
alur proses opersional perusahaan) dan bisa berjalan efektif, saya yakin
masalah penggelapan, pencurian maupun penyelewengan bisa diminimalisir hingga
ke titik terendah. Tentu. Berbicara selalu lebih mudah dibandingkan melaksanakan.
Untuk itu, tidak ada cara lain selain melaksanakannya. Segala sesuatu berawal
dari ide, pemikiran, dan kata-kata. Menjadi ada karena ide, pikiran dan
kata-kata tersebut diwujudkan dalam tindakan.
BAB
III
PENUTUP
III.1
KESIMPULAN
Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari
pedoman, kebijakan, formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang
organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personil lain.
Pengendalian intern juga ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan yaitu
pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi.
III.2
SARAN
Pengendalian intern diharapkan mampu memberikan
keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak bagi manajemen dan dewan komisaris
entitas. Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan
pertimbangan manfaat serta pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian,
menyebabkan pengendalian intern tidak dapat memberikan keyakinan mutlak.
DAFTAR
PUSTAKA
Agoes,Soekrisno , 2004, AUDITING, Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar